Pengertian Hukum Pidana Menurut Para Ahli
Pengertian Hukum Pidana Menurut Para Ahli. Merumuskan hukum pidana ke dalam rangakaian kata untuk dapat
memberikan sebuah pengertian yang komprehensif tentang apa yang dimaksud dengan
hukum pidana adalah sangat sukar.
Banyak pengertian dari hukum pidana yang diberikan oleh para ahli hukum pidana. Dengan merumuskan hukum pidana setidaknya menjadi sebuah pengertian dapat membantu memberikan deskripsi awal.
Banyak pengertian dari hukum pidana yang diberikan oleh para ahli hukum pidana. Dengan merumuskan hukum pidana setidaknya menjadi sebuah pengertian dapat membantu memberikan deskripsi awal.
W.L.G. Lemaire
Hukum pidana itu itu terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk undang-undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus. Dengan demikian dapat juga dikatakan, bahwa hukum pidana itu merupakan suatu sistem norma-norma yang menentukan terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dimana terdapat suatu keharusan untuk melakukan sesuatu) dan dalam keadaan-keadaan bagaimana hukum itu dapat dijatuhkan, serta hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi tindakan-tindakan tersebut (Lamintang, 1984: 1-2).
Simons
Menurut Simons hukum pidana itu dapat dibagi menjadi hukum pidana dalam arti objek tif atau strafrecht in objectieve zin dan hukum pidana dalam arti subjektif atau strafrecht in subjectieve zin. Hukum pidana dalam arti objektif adalah hukum pidana yang berlaku, atau yang juga disebut sebagai hukum positif atau ius poenale (Lamintang, 1984: 1-2).
Simons merumuskan hukum pidana dalam arti objektif sebagai:
- Keseluruhan larangan dan perintah yang oleh negara diancam dengan nestapa yaitu suatu pidana apabila tidak ditaati.
- Keseluruhan peraturan yang menetapkan syarat-syarat untuk penjatuhan pidana.
- Keseluruhan ketentuan yang memberikan dasar untuk pen-jatuhan dan penerapan pidana (Sudarto, 1990: 9).
![]() |
Hukum Pidana Menurut Para Ahli |
Hukum pidana dalam arti subjektif atau ius puniendi bisa
diartikan secara luas dan sempit, yaitu sebagai berikut:
1. Dalam arti luas
Hak dari negara atau alat-alat perlengkapan negara untuk
mengenakan atau mengancam pidana terhadap perbuatan tertentu;
2. Dalam arti sempit
Hak untuk menuntut perkara-perkara pidana, menjatuhkan dan
melaksanakan pidana terhadap orang yang melakukan perbuatan yang dilarang. Hak
ini dilakukan oleh badan-badan peradilan. Jadi ius puniendi adalah hak
mengenakan pidana. Hukum pidana dalam arti subjektif (ius puniendi) yang
merupakan peraturan yang mengatur hak negara dan alat perlengkapan negara untuk
mengancam, menjatuhkan dan melaksanakan hukuman terhadap seseorang yang
melanggar larangan dan perintah yang telah diatur di dalam hukum pidana itu
diperoleh negara dari peraturan-peraturan yang telah ditentukan oleh hukum
pidana dalam arti objek tif (ius poenale). Dengan kata lain ius puniendi harus
berdasarkan kepada ius poenale (Sudarto, 1990: 9).
Van Kan
Hukum pidana tidak mengadakan norma-norma baru dan tidak
menimbul-kan kewajiban-kewajiban yang dulunya belum ada. Hanya norma-norma yang
sudah ada saja yang dipertegas, yaitu dengan mengadakan ancaman pidana dan
pemidanaan. Hukum pidana memberikan sanksi yang bengis dan sangat memperkuat
berlakunya norma-norma hukum yang telah ada. Tetapi tidak mengadakan norma
baru. Hukum pidana sesungguhnya adalah hukum sanksi (het straf-recht is
wezenlijk sanctie-recht) (Moeljatno, 1982: 1).
Pompe
Hukum pidana adalah semua aturan-aturan hukum yang
menentukan terhadap perbuatan-perbuatan apa seharusnya dijatuhi pidana dan
apakah macamnya pidana itu (Moeljatno, 1982: 1).
Hazewinkel-Suringa
Hukum pidana adalah sejumlah peraturan hukum yang mengandung
larangan dan perintah atau keharusan yang terhadap pelanggarannya dian-cam
dengan pidana (sanksi hukum) bagi barang siapa yang membuatnya (Andi Hamzah,
1991: 4).
Adami Chazawi
Hukum pidana itu adalah bagian dari hukum publik yang
memuat/berisi ketentuan-ketentuan tentang:
Aturan umum hukum pidana dan (yang dikaitkan/berhubungan
dengan) larangan melakukan perbuatan-perbuatan (aktif/positif maupun
pasif/negatif) tertentu yang disertai dengan ancaman sanksi berupa pidana
(straf) bagi yang melanggar larangan itu;
- Syarat-syarat tertentu (kapankah) yang harus dipenuhi/harus ada bagi si pelanggar untuk dapat dijatuhkannya sanksi pidana yang diancamkan pada larangan perbuatan yang dilanggarnya.
- Tindakan dan upaya-upaya yang boleh atau harus dilakukan negara melalui alat-alat perlengkapannya (misalnya Polisi, Jaksa, Hakim), terhadap yang disangka dan didakwa sebagai pelanggar hukum pidana dalam rangka usaha negara menentukan, menja-tuhkan dan melaksanakan sanksi pidana terhadap dirinya, serta tindakan dan upaya-upaya yang boleh dan harus dilakukan oleh tersangka/terdakwa pelanggar hukum tersebut dalam usaha me-lindungi dan mempertahankan hak-haknya dari tindakan negara dalam upaya negara menegakkan hukum pidana tersebut (Adami Chazawi, 2002: 2).
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi (1982: 15-16) mengungkapkan
bahwa hukum pidana adat pun yang tidak dibuat oleh negara atau political
authority masih mendapat tempat dalam pengertian hukum pidana. Hukum adat
tumbuh dan berakar dalam kesadaran dan pergaulan hidup masyarakat. Kenyataan
masih berlakunya hukum adat di Indonesia sampai saat ini tidak dapat
dipungkiri, dengan demikian maka perumusan hukum pidana adalah bagian dari
hukum positif yang berlaku di suatu negara dengan memper-hatikan waktu, tempat
dan bagian penduduk, yang memuat dasar-dasar dan ketentuan-ketentuan mengenai
tindakan larangan atau tindakan keha-rusan dan kepada pelanggarnya diancam
dengan pidana. Menentukan pula bilamana dan dalam hal apa pelaku pelanggaran
tersebut dipertang-gungjawabkan, serta ketentuan-ketentuan mengenai hak dan
cara penyi-dikan, penuntutan, penjatuhan pidana dan pelaksanaan pidana demi
tegaknya hukum yang bertitik berat kepada keadilan. Perumusan ini men-cakup juga
hukum (pidana) adat, serta bertujuan mengadakan keseim-bangan di antara
pelbagai kepentingan atau keadilan.
Sejauhmana hukum (pidana) adat tercakup atau berperan
mempe-ngaruhi hukum pidana yang telah diatur dalam perundang-undangan, banyak
tergantung kepada penghargaan nilai-nilai luhur yang merupakan kesadaran hukum
masyarakat (setempat), masih/tidaknya hukum adat diakui oleh undang-undang
negara, maupun kepada sejauh mana hukum (pidana) adat masih dianggap sejalan
atau ditolerir oleh falsafah Pancasila dan undang-undang yang berlaku.
Ketergantungan yang disebut terakhir adalah merupakan pembatasan mutlak
terhadap penerapan hukum (pidana) adat. Dengan demikian sebenarnya asas
legalitas masih tetap dianut atau dipertahankan, hanya dalam beberapa hal ada
pengecualian. Dalam hal terdapat pertentangan antara hukum (pidana) adat dengan
undang-undang yang berlaku, maka hakim sebagai figur utama untuk menyelesaikan
suatu pertikaian/perkara banyak memegang peranan. Hakim dianggap mengenal
hukum. Hakim wajib mencari dan menemu-kan hukum. Hakim mempunyai kedudukan yang
tinggi dalam masyara-kat, karena itu hakim sebagai manusia yang arif dan
bijaksana, yang bertanggung jawab kepada Tuhan, negara dan pribadi, tidak boleh
meno-lak memberi keadilan (E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, 1982: 15-16).
Dari beberapa pendapat yang telah dikutip tersebut dapat
diambil gambaran tentang hukum pidana, bahwa hukum pidana setidaknya meru-pakan
hukum yang mengatur tentang:
- Larangan untuk melakukan suatu perbuatan.
- Syarat-syarat agar seseorang dapat dikenakan sanksi pidana.
- Sanksi pidana apa yang dapat dijatuhkan kepada seseorang yang melakukan suatu perbuatan yang dilarang (delik).
- Cara mempertahankan/memberlakukan hukum pidana.
Referensi:
Adami
Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Andi Hamzah.
1991. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta
E.Y. Kanter
& S.R. Sianturi. 1982. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan
Penerapannya. Jakarta: Alumni AHM- PTHM.
Moeljatno. 1982. Azas-azas
Hukum Pidana.
P.A.F.
Lamintang. 1984. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Sinar Baru.
Sudarto.
1990. Hukum Pidana I. Semarang: Yayasan Sudarto.
Comments
Post a Comment
Dengan hormat,
Mohon berkomentar sesuai dengan topik artikel
Komentar berbau iseng semata tidak akan di publikasikan
Terima kasih