Teori Suksesi Negara Menurut Para Ahli

Teori Suksesi Negara Menurut Para Ahli. Istilah suksesi mengimplikasikan akan adanya suatu perpindahan kekuasaan dari kelompok yang pertama kepada yang kedua. Persoalan yang kerap muncul apakah dalam hal terjadi suksesi akan berlaku sebagaimana layaknya hukum waris, suksesi Negara ditunjukan pada cabang hukum internasional yang berurusan dengan konsekuensikonsekuensi hukum yang timbul akibat perubahan kedaulatan atas suatu wilayah (Michael 1982: 157).

Berdasarkan hukum internasional suksesi Negara sebenarnya tidak terjadi pergantian Negara lama yang telah berubah identitasnya oleh Negara lain, yang terjadi ialah hilannya seluruh atau sebagian kedaulatan wilayah dari Negara lama dan sekaligus perolehan kedaulatan wilayah atas itu oleh Negara lain. Menurut Mervin Jones, suksesi Negara di bagi dalam dua pengertian yaitu pergantian yuridis dan pergantian menurut kenyataannya (factual state succession). Menurut kenyataan secara factual suksesi Negara terjadi karena dua atau lebih Negara bergabung menjadi suatu federasi, konferedasi atau suatu Negara kesatuan, dapat pula terjadi karena cessie, aneksasi, amansipasi, dekolonisasi, dan integrasi. Cara pergantian kedaulatan Negara terhadap suatu wilayah dapat berbeda beda dan perbedaan ini juga menimbulkan implikasi hukum yang berlainan (Syahmin AK, 1985: 2).

Teori Suksesi Negara Menurut Para Ahli
Teori Suksesi Negara
Istilah suksesi Negara di kategorikan sebagai pengertian hukum perdata yang artinya terjadi pergantian suatu subjek hukum oleh subjek hukum lainnya dan biasanya diterapkan dalam dua kejadian yaitu suksesi Negara dan pemerintahan. Suksesi Negara atau state succession adalah terjadinya pergantian identitas Negara karena terhapusnya kedaulatan wilayah Negara tersebut dengan munculnya Negara baru di wilayah tersebut. Sedangkan suksesi pemerintahan merupakan pergantian pemerintah dalam suatu Negara (Sugeng Istanto, 1998: 83).

Suksesi Negara memiliki kaitan dengan peralihan hak dan kewajiban Negara yang telah berubah atau kehilangan karakteristik khusus dengan munculnya Negara lain. Perubahan dapat terjadi baik secara menyeluruh atau sebagian tentang kedaulataanya atas bagian-bagian wilayahnya yang semula dinikmati oleh Negara atau kelompok yang dahulu. Perpindahan kekuasaan Negara tersebut memiliki konsekuensi yang luas terutama terhadap kewajiban-kewajiban dan hak-hak internasional yang sebelumnya di miliki oeh Negara pendahulu (J.G.Starke,2003: 431-432).

Konvensi Wina 1978 Tentang suksesi Negara berkaitan dengan traktat-traktat atau The Vienna Convention on Succession of State in Respect of Treaties, ketentuan Pasal 2 di jelaskan bahwa suksesi Negara berarti perpindahan tanggunjawab dari suatu Negara ke Negara lain dalam hubungannya dengan praktek hubungan internasional dari wilayah tersebut atau pergantian kedudukan suatu Negara oleh Negara lainnya dalam hal tanggunjawab bagi hubungan-hubungan internasional wilayah itu. Thontowi dan Iskandal menjelaskan bahwa dalam suksesi Negara traktat yang berkaitan dengan hak atas wilayah berlaku mengikuti wilayah artinya tidak mengalami perubahan mengikuti kekuasaan atau kedaulatan terhadap wilayah Sedangkan traktat yang berkaitan dengan perbatasan Negara wilayah tetap berlaku terhadap Negara ketiga yang memiliki kedaulatan baru atas salah satu teritori dari Negara yang terikat oleh traktat tersebut. Biasanya, hal ini terjadi pada proses pembentukan Negara baru yang muncul akibat dari dekolonisasi.( Thontowi dan Iskandal, 2006: 213).

Menurut Starke dalam ketentuan pasal 16 sampai dengan Pasal 30 The Vienna Convention on Succession of State in Respect of Treaties 1978 memuat aturan hokum khusus yang berhubungan dengan Negara-negara yang baru merdeka di tentukan bahwa Negara yang baru merdeka tidak terikat untuk memberlakukan atau menjadi peserta pada suatu traktat hanya dengan alasan bahwa pada saat terjadi suksesi Negara tersebut traktat itu berlaku terhadap wilayah yang ada kaitannya dengan suksesi Negara (J.G.Starke, 2003: 441).

The Vienna Convention on Succession of State in Respect of Treaties 1978 dalam Pasal 9 menjelaskan bahwa apabila suatu Negara kehilangan kedaulatan secara penuh tidak mengakibatkan peralihan hak dan kewajiban kepada Negara baru tersebut. Dalam hal suatu Negara yang sebagian kedaulatan telah terhapus atas sebagian wilayahnya karena menjadi wilayah Negara lain maka perjanjian internasional yang mengikat Negara terdahulu tidak lagi dapat di terapkan di wilayah Negara baru akan tetapi terdapat beberapa macam perjanjian yang tetap berlaku terhadap Negara pengganti seperti perjanjian perbatasan(Syahmin A.K, 1986: 56).

Bagi Negara yang baru memperoleh kedaulatan wilayah dari Negara lain atau di merdekakan dari penjajahan berlaku ketentuan umum yaitu lembaran baru “clean slate” ketentuan ini dimaksudkan bahwa Negara baru tersebut tidak terikat untuk melanjutkan atau menjadi pihak perjanjian internasional tersebut berlaku di wilayah baru tersebut (Sugeng Istanto, 2003: 84-86).

Menurut J.G Starke perubahan Negara dapat terjadi dalam berbagai bentuk sebagai berikut:
  1. Sebagian wilayah Negara A bergabung dengan B, atau di bagi menjadi Negara B,C,D dan seterusnya.
  2. Sebagian wilayah Negara A menjadi Negara baru.
  3. Seluruh wilayah Negara A menyatu dengan Negara B, dan Negara A tidak eksis lagi
  4. Seluruh wilayah A terbagi bagi dan masing-masing menyatu dengan Negara A,B,C, dan seterunya, dan Negara A tidak eksis lagi.
  5. Seluruh wilayah Negara A terbagi bagi menjadi Negara-negara baru, dan Negara A tidak eksis lagi.
  6. Seluruh wilayah Negara A menjadi bagian dari suatu Negara baru, dan Negara A tidak eksis lagi (Boer Mauna, 2005: 39).
Menurut Hukum Internasional dalam suksesi Negara sebenarnya tidak terjadi pergantian Negara lama yang telah berubah identitasnya oleh Negara lain Yang terjadi adalah hilannya seluruh atau sebagian kedaulatan wilayah dari Negara lama sekaligus perolehan kedaulatan wilayah atas wilayah itu oleh Negara lain. Timbulnya hak dan kewajiban Negara lain itu terjadi bukan karena ia menggantikan Negara lama tetapi terjadi semata mata karena ia merupakan Negara, misalnya pada tahun 1945 kerajaan Belanda kehilangan sebagian kedaulatan wilayahnya di Hindia Belanda karena Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya (Sugeng Istanto, 1998: 84).

Sehubungan dengan perubahan wilayah ini hingga kini hukum internasional belum berhasil menetapkan prinsip yang menetapkan sejauh mana kewajiban yang ada pada Negara lama tetap masih berlaku baginya dan sejauh mana Negara lain itu mendapatkan hak dan kewajiban Negara lama tersebut, namun ada praktek peradilan, doktrin dan konvensi yang ada menunjukan kecenderungan untuk menetapkan beralihnya hak dan kewajiban internasional itu di dasarkan pada pertimbangan keadilan, kenalaran, kepantasan ataupun kepentingan masyarakat internasional, di samping itu kini terdapat kecenderungan untuk menetapkan peralihan hak dan kewajiban internasional tersebut dalam perjanjian internasional antar dua Negara yang kehilangan kedaulatan wilayah dan Negara yang mendapatkan kedaulatan wilayah atas wilayah yang bersangkuan. Peralihan hak dan kewajiban internasional yang didasarkan perjanjian internasional ini disebut suksesi Negara sukarela (Sugeng Istanto,1998: 84).

Masyarakat internasional dewasa ini telah berhasil menetapkan dua konvensi mengenai suksesi Negara. Meskipun dua konvensi ini belum memenuhi kebutuhan, ada baikya diketahui juga peralihan hak dan kewajiban international dalam suksesi Negara yang di aturnya.
  1. Konvensi Wina tahun 1978 tentang Suksesi Negara dalam hubungannya dengan perjanjian international. Dalam ketetuan hapusnya suatu Negara karena hilangnya seluruh kedaulatan wilayahnya pada hakikatnya tidak mengakibatkan peralihan hak dan kewajiban kepada Negara penggantinya, konvensi ini menetapkan pengecualian dengan menentukan bahwa suksesi Negara tidak mempengaruhi perbatasan yang di tetapkan dalam perjanjian internasional serta hak dan kewajiban yang berkaitan dengan pengaturan wilayah yang beralih itu demi kepentingan wilayah yang bersangkutan.(Sugeng Istanto, 1998: 85).
  2. Konvensi Wina tahun 1983 tentang Suksesi Negara dalam Hubungannya dengan milik, Arsip dan Hutang Negara Suksesi Negara mengakibatkan dana dan milik publik baik bergerak maupun tidak bergerak yang ada di wilayah yang beralih dari Negara penguasa terdahulu kepada Negara penggantinya, ketentuan umum yang ditetapkan konvensi Wina tahun 1983 tentang suksesi Negara dalam hubungannya dengan milik, arsip dan hutang Negara menetapkan suksesi Negara tidak mempengaruhi hak dan kewajiban pihak berpiutang. Praktek dan doktrin menetapkan Negara pengganti karena mendapat keuntungan atau mendapat bagian dari hutang tersebut sehingga harus bertanggunjawab atas hutang Negara yang berhubungan dengan wilayah tersebut. (Sugeng Istanto, 1998: 86).
Menurut Syahmin A.K perumusan mengenai suksesi Negara terdiri atas dua hal yang berbeda:pertama, kejadian atau peristiwa atau fakta suksesi Negara (factual state succession), kedua akibat hukum dari suksesi Negara(legal state succession). Factual state succession, yang menjadi masalah di sini adalah dalam hal bagaimana suksesi Negara itu benar-benar terjadi atau dengan kata lain, kejadian atau fakta-fakta yang bagaimana yang dapat disebut suksesi Negara (Syahmin, AK,1986: 13).

Menurut Konvensi Wina 1978 tentang suksesi Negara dalam hubungannya dengan perjanjian internasional dikenal lima macam suksesi Negara, yaitu:
  1. Apabila suatu wilayah Negara, atau wilayah yang dalam hubungan internasional menjadi tanggunjawab Negara tersebut kemudian berubah menjadi wilayah Negara tersebut.
  2. Negara baru (newly independent state), bila Negara penganti yang beberapa waktu sebelum saat terjadinya suksesi Negara merupakan wilayah yang tidak bebas yang dalam hubungan international berada tangunjawab Negara yang digantikan.
  3. Suksesi Negara yang terjadi sebagai akibat dari bergabunnya dua wilayah atau lebih menjadi suatu Negara merdeka.
  4. Suksesi Negara yang terjadi sebagai akibat dari penggabungan dua wilayah atau lebih menjadi suatu Negara serikat.
  5. Suksesi Negara yang terjadi sebagai akibat pecah-pecahnya suatu Negara menjadi beberapa Negara baru (Syahmin A.K, 1986: 16).
Ada jenis-jenis suksesi Negara dan dapat dibedakan atas 2 yakni:
  1. Universal succession (suksesi keseluruhan) terjadi apabila suatu Negara secara keseluruhan diambil oleh Negara lain, baik karena ditaklukkan maupun karena mengabungkan diri kedalam Negara lain secara sukarela. Ini juga dapat terjadi kalau suatu Negara pecah-belah menjadi beberapa Negara bagian yang masing-masing menjadi international person ataupun diambil semua oleh Negara yang mengelilinginya.
  2. Partial succession (suksesi sebagian) terjadi apabila sebagian daripada wilayah Negara memisahkan diri dari kesatuan lewat revolusi dan menjadi international person sendiri sesudah mencapai kemerdekaannya. Ini bisa juga terjadi kalau Negara memperoleh sebagian dari wilayah Negara lain dengan cara sukarela (cession). Cara lain dari terjadinya partial succession ialah kalau Negara yang berdaulat dan merdeka penuh masuk ke dalam Negara federal(Syahmin A.K, 1986: 23-24)
Cara cara terjadinya suksesi Negara yakni:

1. Revolusi

Revolusi adalah perombakan tatanan yang sudah menetap, yang tidak semata-mata mengganti penguasa yang satu dengan yang lain, tetapi mengganti sistem religius, politik, dengan sistem yang lain. Menurut Schuman, Revolusi bertujuan untuk merombak secara radikal suatu susunan politis atau sosial di seluruh wilayah Negara.

2. Perang

Perang dalam arti umum adalah suatu kontes (pertandingan) antara 2 Negara atau lebih terutama melalui angkatan bersenjata mereka, dan tujuan akhir dari setiap kontestan ialah untuk mengalahkan yang lain dan mengenakan syarat-syarat sendiri untuk perdamaian. Di samping perang dalam arti sesunggunya (in strict sense), di kenal pula dengan istilah perang saudara (civil war). Menurut W Schwarzenberger, Civil war merupakan perkembangan lebih lanjut dari revolusi yaitu apabila pihak revolusioner berhasil menetapkan kontrol yang efektif di atas wilayah yang luas dari Negara yang bersangkutan.

Pengertian perang dapat dikemukakan dengan beberapa unsur antara lain:
  1. Perang merupakan persengketaan yang terutama di lakukan dengan kekuatan senjata
  2. Di lakukan oleh atau antara Negara-negara
  3. Bertujuan untuk menaklukkan pihak yang lain
  4. Adanya pemaksaan syarat-syarat perdamaian oleh pihak pemenang terhadap pihak yang kalah.

3. Perubahan wilayah secara damai.

Cara-cara damai yang dimaksud adalah bahwa pergantian pemegang kedaulatan atas wilayah baik seluruh ataupun sebagian terjadi dengan kehendak dan kesukarelaan Negara yang digantikan kedaulatannya atas wilayah tersebut. Suksesi Negara yang terjadi secara damai ini di aman perubahan atau pergantian pemenang kedaulatan atas wilayah, baik seluruh atau sebagian terjadi kehendak atau sukarela Negara yang digantikan kedaulataanya atas wilayah tersebut (Syahmin A.K, 1986 : 26-34).

Comments

Popular posts from this blog

Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran Project Based Learning Menurut Para Ahli

Komponen Kurikulum Menurut Para Ahli

Pengertian Pendekatan Belajar MODERAT (Modification Of Reciprocal Teaching) Menurut Para Ahli