Tipe Budaya Organisasi Menurut Para Ahli

Tipe Budaya Organisasi Menurut Para Ahli. Muchlas (2008) mengungkapkan bahwa manajemen harus menyadari tipe umum budaya organisasi kalau perusahaan berkeinginan mengubah budayanya agar lebih sempurna, dan menyadari kenyataan bahwa budaya tertentu terbukti lebih superior dari pada budaya lainnya. Sebagian besar ahli perilaku mengadvokasi budaya organisasi yang terbuka dan partisipatif. Bahkan, beberapa di antara mereka berpendapat lebih jauh bahwa budaya terbuka dan partisipatif ini mempunyai karakteristik sebagai berikut:
  1. Kepercayaan kepada bawahan.
  2. Komunikasi terbuka
  3. Kepemimpinan yang penuh pertimbangan dan suportif.
  4. Pemecahan masalah secara kelompok.
  5. Otonomi pekerja.
  6. Tukar menukar informasi.
  7. Tujuan-tujuan dengan keluaran (out put) yang berkualitas.
Lawan dari budaya terbuka dan partisipatif adalah budaya tertutup dan otokratik. Budaya ini bisa jadi dikarakterisasi oleh tujuan-tujuan dengan keluaran yang berkualitas, tetapi tujuan-tujuan tersebut lebih sering dideklarasikan dan diterapkan pada organisasi oleh pemimpin-pemimpin otokratik dan suka mengancam. Makin besar rigiditas dalam budaya ini, makin ketat pula keterikatan pada sebuah rantai komando yang formal, makin sempit ruang gerak manajemen, dan makin keras tanggung jawab individualnya. Titik beratnya lebih kepada individu daripada kepada pekerjaan tim.

Tipe Budaya Organisasi Menurut Para Ahli

Baca juga: Kumpulan Teori dan Artikel Organisasi
Budaya terbuka dan partisipatif sering kali digunakan untuk memperbaiki moral dan kepuasan karyawan. Keuntungan-keuntungan dari budaya terbuka dan partisipatif adalah sebagai berikut:
  1. Meningkatnya penerimaan ide-ide manajemen.
  2. Meningkatnya kerja sama antara manajeman dan staf.
  3. Menurunnya angka pindah kerja.
  4. Menurunya angka absent.
  5. Menurunnya keluhan-keluhan dan kekesalan.
  6. Lebih besar penerimaan untuk perubahan-perubahan.
  7. Memperbaiki sikap terhadap pekerjaan dan organisasi.
Partisipasi karyawan yang lebih besar seolah-olah memiliki efek yang langsung dan segera pada moral karyawan. Para karyawan kemudian lebih interest dalam pekerjaan dan organisasi. Mereka cenderung untuk menerima dan kadang-kadang mengambil inisiatif perubahan, tidak hanya karena mereka mengerti kepentingan untuk itu, tetapi juga karena mereka merasa mengerti sebagai akibat pengetahuannya lebih mendalam tentang perubahan.

Harrison dalam Kenna, et.al., (1995) membagi empat tipe budaya organisasi yang dihubungkan dengan desain organisasi:

Partisipasi karyawan yang lebih besar seolah-olah memiliki efek yang langsung dan segera pada moral karyawan. Para karyawan kemudian lebih interest dalam pekerjaan dan organisasi. Mereka cenderung untuk menerima dan kadang-kadang mengambil inisiatif perubahan, tidak hanya karena mereka mengerti kepentingan untuk itu, tetapi juga karena mereka merasa mengerti sebagai akibat pengetahuannya lebih mendalam tentang perubahan.

1. Budaya Kekuasaan (Power Culture)

Budaya ini lebih memfokuskan sejumlah kecil pimpinan menggunakan kekuasaan yang lebih banyak dalam cara memerintah. Budaya kekuasaan juga dibutuhkan dengan syarat mengikuti persepsi dan keinginan anggota suatu organisasi. Seorang karyawan butuh adanya peraturan dan pemimpin yang tegas dan benar dalam menetapkan seluruh perintah dan kebijakannya. Kerena hal ini menyangkut kepercayaan dan sikap mental tegas untuk memajukan institusi organisasi. Kelaziman yang masih menganut manajemen keluarga, peranan pemilik institusi begitu dominan dalam pengendalian sebuah kebijakan terkadang merupakan nilai profesionalisme yang justru hal inilah salah satu penyebab jatuh dan mundurnya organisasi.

2. Budaya Peran (Role Culture)

Budaya ini ada kaitannya dengan prosedur birokratis, seperti peraturan organisasi dan peran/jabatan/posisi spesifik yang jelas karena diyakini bahwa hal ini akan menstabilkan sistem. Keyakinan dan asumsi dasar tentang kejelasan status/posisi/peranan yang jelas inilah akan mendorong terbentuknya budaya positif yang jelas akan membantu menstabilkan suatu organisasi. Hampir semua orang menginginkan suatu peranan dan status yang jelas dalam organisasi.

3. Budaya Pendukung (Support Culture)

Budaya dimana di dalamnya ada kelompok atau komunitas yang mendukung seseorang yang mengusahakan terjadinya integrasi dan seperangkat nilai bersama dalam organisasi tersebut. Selain budaya peran dalam menginternalisasikan suatu budaya perlu adanya budaya pendukung yang disesuaikan dengan kredo dan keyakinan anggota di bawah. Budaya pendukung telah ditentukan oleh pihak pimpinan ketika organisasi/institusi tersebut didirikan oleh pendirinya yang dituangkan dalam visi dan misi organisasi tersebut. Jelas di dalamnya ada keselarasan antara struktur, strategi dan budaya itu sendiri dan suatu waktu bisa terjadi adanya perubahan dengan menanamkan budaya untuk belajar terus-menerus (longlife education).

4. Budaya Prestasi (Achievement Culture)

Budaya ini sudah berlaku di kalangan akademisi tentang independensi dalam pengajaran, penelitian dan pengabdian serta dengan pemberlakuan otonomi kampus yang lebih menekankan terciptanya tenaga akademisi yang profesional, mandiri dan berprestasi dalam melaksanakan tugasnya.

Comments

Popular posts from this blog

Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran Project Based Learning Menurut Para Ahli

Komponen Kurikulum Menurut Para Ahli

Pengertian Pendekatan Belajar MODERAT (Modification Of Reciprocal Teaching) Menurut Para Ahli