Pengertian Sistem Pemerintahan Parlementer Menurut Para Ahli
Pengertian Sistem Pemerintahan Parlementer Menurut Para Ahli. Seperti telah dikemukakan pada bab sebelumnya, yang dimaksud dengan sistem
pemerintahan parlementer ialah sistem pemerintahan yang tugas pemerintahannya
dipertanggungjawabkan oleh para menteri ke parlemen. Parlemen dapat menjatuhkan
mosi tidak percaya kepada kabinet, tetapi pemerintah juga dapat membubarkan
parlemen apabila parlemen dianggap tidak mewakili kehendak rakyat.
Dalam semua varian sistem pemerintahan yang dikemukakan di atas, sistem pemerintahan parlementer adalah sistem pemerintahan yang paling luas diterapkan di seluruh dunia. Sistem pemerintahan parlementer ini pertama kali lahir dan dilaksanakan di Inggris. Oleh karena itu, jika hendak menganalisis sistem pemerintahan parlementer sebaiknya dimulai dengan mengacu kepada berbagai lembaga dalam sistem politik Inggris. Tidak hanya merujuk kepada lembaga-lembaga politik, analisis juga harus mengacu kepada pengalaman Inggris dalam menganut sistem pemeritahan parlementer.
Dalam semua varian sistem pemerintahan yang dikemukakan di atas, sistem pemerintahan parlementer adalah sistem pemerintahan yang paling luas diterapkan di seluruh dunia. Sistem pemerintahan parlementer ini pertama kali lahir dan dilaksanakan di Inggris. Oleh karena itu, jika hendak menganalisis sistem pemerintahan parlementer sebaiknya dimulai dengan mengacu kepada berbagai lembaga dalam sistem politik Inggris. Tidak hanya merujuk kepada lembaga-lembaga politik, analisis juga harus mengacu kepada pengalaman Inggris dalam menganut sistem pemeritahan parlementer.
Baca juga: Kumpulan Teori dan Artikel Sistem Pemerintahan
![]() |
Sistem Pemerintahan Parlementer |
Berdasarkan sejarah perkembangan sistem pemerintahan
Inggris, sistem pemerintahan parlementer tumbuh melalui suatu perjalanan
sejarah ketatanegaraan Inggris yang panjang. Munculnya kabinet modern Inggris umumnya
dikaitkan dengan kekuasaan Partai Whigs era pemerintahan William Walpole
(1721-1742). Meski fakta itu dianggap benar, masih perlu mundur jauh ke
belakang untuk menelusuri asal-usul kabinet modern yang sebenarnya. Sebelumnya
raja menggabungkan kekuasaan negara (law giver, the excecutor of the law, and
the judge) dalam jabatannya. Di bawah kekuasaan William I dibentuk the Great
Council untuk membantu raja menjalankan tiga kekuasaan itu.
Dalam sejarah Inggris, sistem ini dikembangkan karena adanya
keperluan politis yang mendesak, sehingga perkembangannya tidaklah didasarkan
atas tuntutan konstitusi, hukum, dan teori politik. Praktik mengenai ini
berkembang mendaului teori yang dibuat. Pada mulanya, kabinet dibentuk sebagai
suatu dewan pelayan rahasia ataupun dewan pelaksana perintah dari para Raja
dalam menjalankan pemerintahan negara.
Untuk menjamin kekuasaannya, para Perdana Menteri Inggris
pada awal abad ke-18, selalu berusaha mencari dukungan parlemen sebagaimana
dukungan dan kepercayaan yang mereka berusaha dapatkan dari Raja. Dukungan dari
para anggota parlemen dibutuhkan oleh Perdana Menteri untuk mengesahkan
anggaran pendapatan dan belanja kabinet yang diajukan sebagaimana ia
membutuhkan kepercayaan dari Raja agar ia dapat tenang menjalankan tugasnya
memimpin roda pemerintahan. Peristiwa yang dapat dianggap sebagai awal tumbuhnya
tradisi dukungan parlemen itu, terjadi pada tahun 1742. Ketika itu, kedudukan
Perdana Menteri Inggris dipegang oleh Sir Robert Walpole (1721-1742). Tetapi
karena kehilangan kepercayaan dan dukungan parlemen, Walpole
terpaksa mengundurkan diri meskipun Raja masih memberikan kepercayaan kepadanya
untuk terus memimpin pemerintahan kerajaan Inggris.
Peristiwa inilah yang kemudian yang menjadi preseden
sehingga dukungan parlemen dianggap perlu bagi Perdana Menteri untuk
menjalankan roda pemerintahan. Dari sudut sejarah pertumbuhannya, sistem
kabinet ini dapat dianggap sebagai jawaban terhadap kebutuhan untuk membatasi
kekuasaan Raja yang sebelumnya berkembang sesuai dengan prinsip Raja tidak
mungkin melakukan kesalahan (the King can do no wrong) dimungkinkan karena
tanggung jawab Raja dalam hal-hal tertentu masih belum dapat dijangkau. Akibatnya, menteri harus bertanggung jawab,
bukannya Raja.
Mencermati kajian tentang sistem pemerintahan parlementer,
perbedaan model yang ada tidak banyak dipersoalkan. Karena itu, kajian lebih
banyak diarahkan pada karakter umum sistem pemerintahan parlementer. Dalam melakukan
kajian, cara mudah untuk mengenal sistem pemerintahan parlementer adalah dengan memperhatikan dimana letak objek utama yang
diperebutkan. Dalam sistem pemerintahan parlementer, objek utama yang
diperebutkan adalah parlemen. Berkaitan dengan itu, pemilihan umum parlemen
menjadi sangat penting karena kekuasaan eksekutif hanya mungkin diperoleh
setelah partai kontestan pemilihan umum berhasil meraih kursi mayoritas dalam
parlemen. Seandainya tidak terdapat partai politik yang memperoleh
suara mayoritas, beberapa partai politik bergabung (koalisi) untuk membentuk
kabinet.
Untuk mendalami karakter sistem pemerintahan parlementer,
tidak cukup hanya dengan memperhatikan parlemen sebagai objek utama yang
diperebutkan. Sistem parlementer merupakan sistem yang menterinya bertanggung
jawab kepada parlemen ditambah dengan kekuasaan yang lebih kepada parlemen (R.
M. Ananda B. Kusuma, 2004: 156. )
Dalam sistem pemerintahan parlementer, badan eksekutif dan
badan legislatif bergantung satu sama lain. Kabinet, sebagai bagian dari badan
eksekutif Dengan argumentasi ini, sistem pemerintahan parlementer didasarkan
bahwa parlemen adalah pemegang kekuasaan tertinggi.
yang bertanggung jawab diharap mencerminkan
kekuatan-kekuatan politik dalam badan legislatif yang mendukungnya dan
mati-hidupnya kabinet bergantung kepada dukungan dalam badan legislatif. Dalam
perjalanannya, pemerintah bisa jatuh melalui mosi tidak percaya dari lembaga
legisatif. Dengan kondisi itu, dalam sistem parlementer, keberlanjutan
pemerintah sangat tergantung dari dukungan parlemen. Dalam praktiknya, sifat
serta bobot ketergantungan tersebut berbeda antara satu negara dengan negara
lain, akan tetapi umumnya dicoba untuk mencapai semacam keseimbangan antara
badan eksekutif dan badan legislatif. Keseimbangan yang harus dibangun oleh
eksekutif dan legislatif bisa dilakukan dengan bentuk kerja sama antara
eksekutif dan legislatif agar pemerintah dapat bertahan dan efektif dalam melaksanakan
program-programnya.
Referensi:
R. M. Ananda B. Kusuma. 2004. Sistem Pemerintahan Indonesia
(dalam Jurnal Kostitusi, Vol. 1 No.1., Mahkamah Konstitusi RI) Jakarta.
Comments
Post a Comment
Dengan hormat,
Mohon berkomentar sesuai dengan topik artikel
Komentar berbau iseng semata tidak akan di publikasikan
Terima kasih