Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dalam Agama Buddha
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dalam Agama Buddha. Pendekatan pembelajaran berbasis kontekstual dalam agama
Buddha telah diterapkan sejak kehidupan Sang Buddha. Ajaran-ajaran yang
diajarkan Sang Buddha kepada siswanya selalu dikaitkan dengan pengalaman yang
telah dimiliki oleh siswanya. Dalam Udana III ayat 2, diceritakan:
Sang Buddha memegang tangannya, dengan kekuatan batin beliau membawanya ke alam dewa Tavatimsa. Dalam perjalanaan, Sang Buddha menunjukkan hutan yang terbakar kepada Nanda dimana seekor kera rakus sedang duduk di atas dahan yang sedang terbakar, telinga, hidung, serta ekornya telah terbakar pula. Ketika sampai di surga Tavatimsa, Sang Buddha menunjukkan 500 bidadari cantik yang melayani Dewa Sakka, dan Sang Buddha bertanya manakah yang lebih cantik bidadari atau isterinya Janapada Kalyani?
![]() |
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dalam Agama Buddha |
Sistem CTL menurut Johnson dalam Taniredja (2012: 49)
merupakan proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna
di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan
subjek-subjek akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari yaitu dengan kontek
keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka. Sistem ini memiliki delapan
komponen yaitu membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, melakukan
pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, melakukan
kerjasama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan
berkembang, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian otentik.
Dalam Dhammapada Atthakatha Sang Buddha
menjelaskan, “...meskipun seseorang banyak membaca kitab suci, tetapi tidak
berbuat sesuai ajaran, maka oang yang lengah itu sama seperti gembala sapi yang
menghitung sapi milik orang lain, ia tidak akan memperoleh manfaat kehidupan
suci...” (Aggabalo, 2007: 227). Berdasarkan sabda Sang Buddha tersebut
dapat diartikan bahwa belajar tidak hanya mengetahui, menghafal, dan mengingat
materi yang telah diberikan guru tetapi juga harus mempraktikan atau mengalami
secara langsung sehingga dapat mencapai pembebasan. Demikian pula dengan siswa
dalam belajar tidak hanya menerima materi pembelajaran dari guru saja, tetapi
juga harus mempraktikkan dan menerapkannya sehingga mampu berpikir kritis dan
dapat memahami materi pembelajaran. Dengan mempraktikkan materi yang didapat
dengan pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari maka akan membuat siswa
mampu mengingat yang telah dipelajari dan tidak mudah lupa. Oleh karena itu,
agar materi pelajaran dapat diterima dan dipahami oleh siswa, maka perlu
untuk mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Comments
Post a Comment
Dengan hormat,
Mohon berkomentar sesuai dengan topik artikel
Komentar berbau iseng semata tidak akan di publikasikan
Terima kasih