Pentingnya Student Centered Learning di Sekolah
Pentingnya Student Centered Learning di Sekolah. Sebelum usia sekolah, anak jarang menerima pendidikan secara
formal. Orang tua menjawab pertanyaan yang ditanyakan oleh anak-anak secara
alami yang membawa anak dari satu pertanyaan ke pertanyaan lain yang berkaitan
dengan apa yang ingin diketahui olehnya. Kadang anak menolak bantuan dalam
mengerjakan sesuatu hingga benar-benar tak mampu mengerjakannya sendiri. Mereka
lebih suka mencoba mengerjakan sendiri. Orang tua yang bijak akan membiarkan
tetapi selalu siap sedia jika anak bertanya atau membutuhkan pertolongan.
Dengan demikian anak memegang kontrol atas cara belajarnya sendiri. Mereka
tidak belajar karena disuruh. Bimbingan secara individu, ketika dibutuhkan,
adalah dasar dari pendidikan yang diterima anak sebelum masuk sekolah, sehingga
mereka merasa sedang bermain, tidak merasa terpaksa untuk belajar. Dari proses
itu, motivasi intrinsik anak untuk belajar akan tergali dan berkembang secara
alami.
Begitu anak siap untuk memasuki sekolah secara formal,
antusiasme dan kesenangan dalam belajar menjadi hilang. Anak cepat menjadi
bosan, lebih tertarik pada hal-hal lain seperti menonton televisi, bermain dan
sebagainya. Motivasi untuk belajar menjadi hilang disebabkan oleh kenyataan
bahwa anak diharuskan belajar menurut apa yang harus dipelajari, bukan apa yang
diinginkan anak, padahal motivasi dari dalam diri sendiri adalah sangat
dibutuhkan bagi seorang anak untuk terus dan suka belajar.
Sistem pendidikan kita saat ini dibangun dengan mengacu pada
tujuan dari para pendidik bukan peserta didik. Tujuan, materi serta metode
pendidikan ditetapkan berdasarkan pada apa yang diinginkan dan dianggap perlu
diketahui dan dipelajari oleh peserta didik secara seragam, tanpa memperdulikan
keaneka-ragaman kebutuhan, minat, kemampuan serta gaya belajar tiap peserta
didik. Tiap anak berbeda dan karena apa yang dipelajari oleh peserta didik
tidak semuanya merupakan kebutuhan yang ingin dipelajari oleh peserta didik,
materi menjadi sulit dicerna oleh sebagian besar peserta didik. Sebagian
peserta didik memang belajar ataupun mengerti materi yang diajarkan, tetapi
sering sifatnya hanya jangka pendek, untuk keperluan menjawab ulangan atau
memperoleh nilai bagus untuk naik kelas. Ilmu pengetahuan yang dipelajari
sering tak dapat diingat ketika harus memecahkan persoalan nyata. Motivasi
untuk belajar hanya bersifat terpaksa, karena datangnya dari luar dirinya,
bukan dari dalam dirinya sendiri.
Sementara itu, era globalisasi serta perkembangan teknologi
informasi telah menimbulkan perubahan-perubahan yang sangat cepat di segala
bidang. Batasan wilayah, bahasa dan budaya yang semakin tipis, serta akses
informasi yang semakin mudah menyebabkan ilmu pengetahuan dan keahlian yang
diperoleh seseorang menjadi cepat usang. Persaingan yang semakin tajam akibat
globalisasi serta kondisi perekonomian yang mengalami banyak kesulitan,
terutama di Indonesia, membutuhkan sumber daya manusia yang kreatif, memiliki
jiwa enterpreneur serta kepemimpinan. Pendidikan yang menekankan hanya pada
proses transfer ilmu pengetahuan tidak lagi relevan, karena hanya akan
menghasilkan sumber daya manusia yang menguasai ilmu pengetahuan masa lampau,
tanpa dapat mengadaptasinya dengan kebutuhan masa kini dan masa depan.
Student Centered Learning menekankan pada minat,
kebutuhan dan kemampuan individu, menjanjikan model belajar yang menggali
motivasi intrinsik untuk membangun masyarakat yang suka dan selalu belajar.
Model belajar ini sekaligus dapat mengembangkan kualitas sumber daya manusia
yang dibutuhkan masyarakat seperti kreativitas, kepemimpinan, rasa percaya
diri, kemandirian, kedisiplinan, kekritisan dalam berpikir, kemampuan
berkomunikasi dan bekerja dalam tim, keahlian teknis, serta wawasan global
untuk dapat selalu beradaptasi terhadap perubahan dan perkembangan.
Demikian pula halnya dengan sistem politik yang mengharuskan
adanya kepatuhan pada pemerintah secara sentral dalam banyak bidang termasuk
pendidikan serta budaya paternalistik yang mengharuskan anak menurut pada orang
tua, atasan atau guru yang dibangun dalam jangka waktu berabad-abad lamanya,
telah ikut ambil bagian dalam menghilangkan proses demokrasi di negara kita.
Hal ini pula mengakibatkan terbentuknya masyarakat “yes man”, yang sering
secara tak sadar menjadi tidak kreatif, tidak mandiri, tidak berani menyatakan
pendapat, mudah dikendalikan orang lain serta tidak mampu bersaing.
Melalui sistem Student Centered Learning yang
menghargai keunikan tiap individu dari tiap peserta didik, baik dalam minat,
bakat, pendapat serta cara dalam gaya belajarnya, tiap peserta didik disiapkan
untuk dapat menghargai diri sendiri, orang lain serta perbedaan, menjadi bagian
dari masyarakat yang demokratis dan berwawasan global.
Comments
Post a Comment
Dengan hormat,
Mohon berkomentar sesuai dengan topik artikel
Komentar berbau iseng semata tidak akan di publikasikan
Terima kasih