6 Macam Puasa dalam Agama Islam

Teori Agama. 6 Macam Puasa dalam Agama Islam. Macam-macam puasa disini banyak yang menggolongkan, istilahnya pun beda-beda, ada yang menggolong menjadi 5 golongan yaitu: puasa Fardlu, puasa Qadha, puasa Nazar, Puasa Kafarat, Puasa Tathawwu’ (sunat), tapi ada pula yang mengistilahkan Puasa Wajib, Puasa kafarat, Puasa yang diharamkan, Puasa makruh, puasa yang dimakruhkan, Puasa Sya’ (ragu-ragu).

A. Puasa Wajib (Fardlu)

Puasa wajib disini bisa juga disebut dengan puasa fardlu, yang terdiri dari Puasa Ramadhan, puasa qadla’(mengganti puasa Ramadhan yang batal pada hari-hari yang lain), puasa kifarat (puasayang diwajibkan karena melakukan pelanggaran terhadap ketentuan agama).

6 Macam Puasa dalam Agama Islam

B. Puasa Kafarat

Puasa kafarat adalah puasa yang wajib ditunaikan karena berbuka dengan sengaja dalam bulan Ramadhan (dalam hal ini khilaf), bukan karena sesuatu ‘udzur yang dibenarkan syara’, karena bersetubuh dengan sengaja dalam bulan ranadhan pada siang hari, karena membunuh dengan tidak sengaja, karena mengerjakan sesuatu yang diharamkan dalam Haji, serta tidak sanggup menyembelih binatang.

C. Puasa yang diharamkan

Puasa yang diharamkan adalah puasa yang dilakukan diwaktu hari raya Idul Fitri maupun Idul Adha, pada hari Tasyriq (tanggal 11,12,13 zulhijjah ), istri melakukan puasa sunnah tidak mendapatkan izin dari suami. Untuk masalah puasa hari raya semua ulama’ sepakat mengharamkan, kecuali Imam Hanafi, alasannya berpuasa pada dua hari raya tersebut adalah makruh yang diharamkan itu adalah hampir mendekati kepada haram, sementara untuk masalah puasa di hari Tasyriq, para ulama’ berbeda pendapat, Imam Syafi’i puasa hari Tasyriq hukumnya tidak dihalalkan, baik pada waktu melaksanakan ibadah haji atau bukan, Imam Hambali; tidak diharamkan berpuasa pada hari tasryiq, selain melaksanakan haji, tetapi tidak diharamkan kalau pada waktu melaksamnakan haji, Imam Hanafi; berpuasa pada hari Tasyriq adalah makruh hanya diharamkan pada hari 11 dan 12 Zulhijjah pada waktu selain haji, tapi tidak diharamkan kalau dalam melaksanakan ibadah haji, sementara puasa sunnahnya istri ulama’ sepakat bahwa istri tidak boleh berpuasa sunnah tanpa mendapatkan izin suaminya, kalua puasanya mengganggu hak-hak suaminya selain menurut Imam Hanafi, beliau mengatakan puasa istri tanpa izin suaminya adalah makruh saja bukan haram.

D. Puasa Makruh

Ada beberapa pendapat tentang puasa ini, para ulama’ sepakat tentang hari-hari makruh dalam melakukan puasa, yakni: Hanya hari jum’at saja, puasa hari sabtu saja, sehari atau dua hari sebelum puasa Ramadhan serta puasa separuh terakhir pada bulan Sya’ban yang tidak ada hubungannya dengan hari-hari sebelumnya dan tidak ada sebab yang mengharuskan atau mewajibkan untuk berpuasa.

E. Puasa yang disunnahkan

Puasa yang dilaksanakan diluar bulan Ramadhan sebagai tambahan yang dianjurkan. Serta dapat melengkapi yang fardlu apabila tidak ada kekurangan atau cacat padanya. Puasa Sunnah dapat diistilahkan dengan puasa tathawu’ antara lain; puasa enam hari di bulan syawal, puasa tanggal 9 Dzulhijjah, puasa ‘Assyura dan Tasyu’a yaitu hari yang kesepuluh dan kesembilan di bulan Muharram, puasa tiga hari di tiap-tiap bulan (tanggal 13, 14, 15, bulan qamariah), puasa senin kamis, puasa di bulan-bulan haram (Dzulqo’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab), puasa di bulan Sya’ban dan puasa Daud, yaitu puasa sehari puasa sehari tidak puasa, puasa setiap hari senin dan hari kamis31, serta puasa lain yang tidak menentang pada syara’.

F. Puasa Sya’ (Ragu-ragu)

Puasa hari sya’ itu biasanya dikerjakan ketika apakah sudah masuk bulan Ramadhan atau belum, kemudian ada titik terang bahwa hari tersebut masuk bulan ramadhan, oleh para ulama’ ada khilafiyah untuk masalah mengqhadha’ atau apakah mendapat pahala, menurut Imam Hanafi ia mendapatkan pahala dan tidak wajib mengqhada’.

Comments

Popular posts from this blog

Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran Project Based Learning Menurut Para Ahli

Komponen Kurikulum Menurut Para Ahli

Pengertian Pendekatan Belajar MODERAT (Modification Of Reciprocal Teaching) Menurut Para Ahli